rahmat rizky
Jumat, 28 September 2012
Karekteristik Pesawat Terbang
Menurut Sartono
(1992) karakteristik pesawat terbang yang berhubungan dengan perancangan lapis
keras bandara antara lain:
1) Beban pesawat
2) Konfigurasi roda pendaratan utama pesawat
Beban Pesawat
Beban pesawat diperlukan untuk menentukan tebal lapis keras Landing Movement yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban pesawat yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat antara lain:
a) Berat kosong operasi (Operating Weight Empty = OWE)
Adalah Beban utama pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda pesawat tetapi tidak termasuk muatan (payload) dan bahan bakar.
b) Muatan (Payload)
Adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut oleh pesawat sesuai dengan persyaratan angkut pesawat. Biasanya beban muatan menghasilkan pendapatan (beban yang dikenai biaya). Secara teoritis beban maksimum ini merupakan perbedaan antara berat bahan bakar kosong dan berat operasi kosong.
c) Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZFW)
Adalah beban maksirnum yang terdiri dan berat operasi kosong, beban penumpang dan barang.
d) Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW)
Adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir pesawat ke pangkal landas pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka akan terjadi pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat.
e) Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW)
Adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat
1) Beban pesawat
2) Konfigurasi roda pendaratan utama pesawat
Beban Pesawat
Beban pesawat diperlukan untuk menentukan tebal lapis keras Landing Movement yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban pesawat yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat antara lain:
a) Berat kosong operasi (Operating Weight Empty = OWE)
Adalah Beban utama pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda pesawat tetapi tidak termasuk muatan (payload) dan bahan bakar.
b) Muatan (Payload)
Adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut oleh pesawat sesuai dengan persyaratan angkut pesawat. Biasanya beban muatan menghasilkan pendapatan (beban yang dikenai biaya). Secara teoritis beban maksimum ini merupakan perbedaan antara berat bahan bakar kosong dan berat operasi kosong.
c) Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZFW)
Adalah beban maksirnum yang terdiri dan berat operasi kosong, beban penumpang dan barang.
d) Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW)
Adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir pesawat ke pangkal landas pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka akan terjadi pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat.
e) Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW)
Adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat
f) Berat maksimum pendaratan
(Maximum Landing Weight = MLW)
Adalah beban rnaksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis keras (mendarat) sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian beban pesawat saat pengoperasian dirangkum dalam TabeI l.14 berikut:
Konfigurasi Roda Pendaratan Utama
Selain berat pesawat, konfigurasi roda pendaratan utama sangat berpengaruh terhadap perancangan tebal lapis keras. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan sernakin kuat roda yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dan beban pesawat lepas landas maksimum. Dan selama pendaratan berat pesawat akan berkurang akibat terpakainya bahan bakar yang cukup besar.
Konfigurasi roda pendaratan utama, ukuran dan tekanan pemompaan tipikal untuk beberapa jenis pesawat dirangkurn dalarn Tabel 1.5 berikut:
Landas Pacu (Runway)
Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oieh pesawat terbang untuk mendarat (landing) atau lepas landas (take off), Menurut Horonjeff (1994) sistem runway di suatu bandara terdiri dan perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman runway (runway end safety area) (lihat Gambar 1.1.3). Uraian dan sistem runway adalah sebagai berikut:
1) Perkerasan struktur mendukung pesawat sehubungan dengan beban struktur, kemampuan manuver, kendali, stabilitas dan kriteria dimensi dan operasi lainnya.
2) Bahu landasan (shoulder) yang terletak berdekatan dengan pinggir perkerasan struktur menahan erosi hembusan jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat.
3) Bantal hembusan (blast pad) adalah suatu daerah yang dirancang untuk mencegah erosi permukaan yang berdekatan dengan ujung-ujung runway yang menerima hembusan jet yang terus menerus atau yang berulang. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 feet (30 m), namun dari pengalaman untuk pesawat-pesawat transport sebaiknya 200 feet (60 m), kecuali untuk pesawat berbadan lebar panjang bantal hembusan yang dibutuhkan 400 feet (120m). Lebar bantal hembusan harus mencakup baik lebar runway maupun bahu landasan (Horonjeff, 1994).
4) Daerah aman runway (runway end safety area) adalah daerah yang bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, diberi drainase, rata dan mencakup perkerasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan daerah perhentian, apabila disediakan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan dan dalam keadaan darurat juga harus mampu mendukung pesawat seandainya pesawat karena sesuatu hal keluar dan landasan.
Konfigurasi Runway
Terdapat banyak konfigurasi runway. Kebanyakan merupakan kombinasi dan konfigurasi dasar. Bentuk-bentuk runway dapat dilihat pada Gambar berikut. Adapun uraian beberapa bentuk dan konfigurasi dasar runway (Horonjeff, 1994) adalah sebagai berikut:
Runway tunggal
Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas runway jenis ini dalam kondisi VFR (Visual Flight Rules) berkisar diantara 50 sampai 100 operasi per jam, sedangkan dalam kondisi IFR (Instrument Flight Rules) kapasitasnya berkurang menjadi 50 sampai 70 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu navigasi yang tersedia.
Kondisi VFR (Visual Flight Rules) adalah kondisi penerbangan dengan keadaan cuaca yang sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat mempertahankan jarak pisah yang aman dengan cara cara visual. Sedangkan kondisi IFR (Instrument Flight Rules) adalah kondisi penerbangan apabila jarak penglihatan atau batas penglihatan berada dibawah yang ditentukan oleh VFR. Dalam kondisi- kondisi IFR jarak pisah yang aman di antara pesawat merupakan tanggung jawab petugas pengendali lalu lintas udara, sementara dalam kondisi VFR hal itu merupakan tanggung jawab penerbang, Jadi dalam kondisi-kondisi VFR, pengendalian lalu lintas udara adalah sangat kecil, dan pesawat terbang diizinkan terbang atas dasar prinsip “melihat dan dilihat”.
Runway sejajar
Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah runway dan jarak diantaranya. Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang kapasitasnya per jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam kondisi-kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Sedangkan dalam kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar di antara 50 sampai 60 operasi. tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisar antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai 125 operasi per jam.
Runway dua jalur
Runway dua jalur dapat menampung lalu lintas paling sedikit 70 persen lebih banyak dan runway tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60 persen lebih banyak dan runway tunggal dalam kondisi WR.
Adalah beban rnaksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis keras (mendarat) sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian beban pesawat saat pengoperasian dirangkum dalam TabeI l.14 berikut:
Konfigurasi Roda Pendaratan Utama
Selain berat pesawat, konfigurasi roda pendaratan utama sangat berpengaruh terhadap perancangan tebal lapis keras. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan sernakin kuat roda yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dan beban pesawat lepas landas maksimum. Dan selama pendaratan berat pesawat akan berkurang akibat terpakainya bahan bakar yang cukup besar.
Konfigurasi roda pendaratan utama, ukuran dan tekanan pemompaan tipikal untuk beberapa jenis pesawat dirangkurn dalarn Tabel 1.5 berikut:
Landas Pacu (Runway)
Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oieh pesawat terbang untuk mendarat (landing) atau lepas landas (take off), Menurut Horonjeff (1994) sistem runway di suatu bandara terdiri dan perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman runway (runway end safety area) (lihat Gambar 1.1.3). Uraian dan sistem runway adalah sebagai berikut:
1) Perkerasan struktur mendukung pesawat sehubungan dengan beban struktur, kemampuan manuver, kendali, stabilitas dan kriteria dimensi dan operasi lainnya.
2) Bahu landasan (shoulder) yang terletak berdekatan dengan pinggir perkerasan struktur menahan erosi hembusan jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat.
3) Bantal hembusan (blast pad) adalah suatu daerah yang dirancang untuk mencegah erosi permukaan yang berdekatan dengan ujung-ujung runway yang menerima hembusan jet yang terus menerus atau yang berulang. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 feet (30 m), namun dari pengalaman untuk pesawat-pesawat transport sebaiknya 200 feet (60 m), kecuali untuk pesawat berbadan lebar panjang bantal hembusan yang dibutuhkan 400 feet (120m). Lebar bantal hembusan harus mencakup baik lebar runway maupun bahu landasan (Horonjeff, 1994).
4) Daerah aman runway (runway end safety area) adalah daerah yang bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, diberi drainase, rata dan mencakup perkerasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan daerah perhentian, apabila disediakan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan dan dalam keadaan darurat juga harus mampu mendukung pesawat seandainya pesawat karena sesuatu hal keluar dan landasan.
Konfigurasi Runway
Terdapat banyak konfigurasi runway. Kebanyakan merupakan kombinasi dan konfigurasi dasar. Bentuk-bentuk runway dapat dilihat pada Gambar berikut. Adapun uraian beberapa bentuk dan konfigurasi dasar runway (Horonjeff, 1994) adalah sebagai berikut:
Runway tunggal
Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas runway jenis ini dalam kondisi VFR (Visual Flight Rules) berkisar diantara 50 sampai 100 operasi per jam, sedangkan dalam kondisi IFR (Instrument Flight Rules) kapasitasnya berkurang menjadi 50 sampai 70 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu navigasi yang tersedia.
Kondisi VFR (Visual Flight Rules) adalah kondisi penerbangan dengan keadaan cuaca yang sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat mempertahankan jarak pisah yang aman dengan cara cara visual. Sedangkan kondisi IFR (Instrument Flight Rules) adalah kondisi penerbangan apabila jarak penglihatan atau batas penglihatan berada dibawah yang ditentukan oleh VFR. Dalam kondisi- kondisi IFR jarak pisah yang aman di antara pesawat merupakan tanggung jawab petugas pengendali lalu lintas udara, sementara dalam kondisi VFR hal itu merupakan tanggung jawab penerbang, Jadi dalam kondisi-kondisi VFR, pengendalian lalu lintas udara adalah sangat kecil, dan pesawat terbang diizinkan terbang atas dasar prinsip “melihat dan dilihat”.
Runway sejajar
Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah runway dan jarak diantaranya. Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang kapasitasnya per jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam kondisi-kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Sedangkan dalam kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar di antara 50 sampai 60 operasi. tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisar antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai 125 operasi per jam.
Runway dua jalur
Runway dua jalur dapat menampung lalu lintas paling sedikit 70 persen lebih banyak dan runway tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60 persen lebih banyak dan runway tunggal dalam kondisi WR.
Runway bersilangan
Kapasitas runway yang hersilangan sangat tergantung pada letak persilangannya dan pada cara pengoperasian runway yang disebut strategi (lepas landas atau mendarat). Makin jauh letak titik silang dan ujung lepas landas runway dan ambang (threshold) pendaratan, kapasitasnya makin rendah. Kapasitas tertinggi dicapai apabila titik silang terletak dekat dengan ujung lepas landas dan ambang pendaratan (Gambar 1.16). Untuk strategi yang diperlihatkan pada Gambar 1.17 kapasitas per jam adalah 60 sampai 70 operasi dalam kondisi IFR dan 70 sampai 175 operasi dalam kondisi VFR yang tergantung pada campuran pesawat. Untuk strategi yang diperlihatkan pada Gambar 1.18, kapasitas per jam dalam kondisi IFR adalah 45 sampai 60 operasi dan dalam kondisi VFR dan 60 sampai 100 operasi. Untuk strategi yang dipenlihatkan pada Gambar 1.19, kapasitas per jam dalam kondisi IFR adalah 40 sampai 60 operasi dan dalam kondisi VFR dan 50 sanlpai 100 operasi.
Runway V terbuka
Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen) tetapi tidak berpotongan. Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V (Gambar 1.20). Dalam kondisi IFR, kapasitas per jam untuk strategi mi berkisar antara 50 sampai 80 operasi tergantung pada campuran pesawat terbang, dan dalam kondisi VFR antara 60 sampai 180 operasi. Apabila operasi penerbangan dilakukan menuju V (Gambar 1.21), kapasitasnya berkurang menjadi 50 atau 60 dalarn kondisi IFR dan antara 50 sampai 100 dalam VFR.
RENCANA INDUK
Filosofi:
Penyediaan keseluruhan kebutuhan baik bagi pesawat, penumpang, barang, dana investasi yang paling minimum, penumpang yang maksimum, serta hubungannya dengan Iingkungan. kemudahan bagi operator dan staff penggunan bandara serta hubungannya dengan lingkungan di sekitar bandara schingga merupakan kondisi efisien, aman dan nyaman.
Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi pengembangan bandara di masa mendatang.
Tujuan Khusus
Sebagai pedoman bagi:
1. Pengembangan fisik & Land use
2. Pengembangan lahan di sekitar ban dara
3. Penetapan jalan masuk
4. Penetapan efeknya terhadap Iingkungan dan segi konstruksi dan operasi bandara
5. Analisa Biaya Ekonomi dimasa mendatang
2.1. Beberapa aktifitas pada Rencana Induk:
1). Rencana Kebijaksanaan atau kondisi (Policy & Coordinate Planning)
• Tujuan dan sasaran proyek
• Membuat program kerja, jadwal dan anggaran
• Mernpersiapkan format evaluasi / keputusan.
• Mengembangakan proses koordinasi dan monitoring
• Mengembangkan manajemen data & publik informasi system
• Mempersiapkan analisis karakteristik pasar & random (Prakiraan tentang kegiatan penerbangan).
• Menetapkan keuntungan & biaya yang representatif sehubungan dengan alternatif pengembangan.
• Mernpersiapkan penilaian dan pengaruh bandara terhadap areal ekonomi
3). Rencana Fisik meliputi pengembangan:
• Tersedianya ruang angkasa (air space) & air traffic control.
• Konfigurasi airfield (termasuk zona pendekatan terminal).
• Jaringan sirkulasi, utilitas & komunikasi.
• Sistem jalan masuk darat.
• Pola penggunaan lahan keseluruhan.
4). Rencana lingkungan
• Membuat penilaian kondisi lingkungan alam yang berhubungan dengan areal yang dipengaruhi oleh bandara (kehidupan tumbuhan, binatang, cuaca, topografi, sumber alam),
• Penentuan sikap & pendapat masyarakat
5). Rencana biaya (Financial Planning)
• Menentukan sumber dana & batasan-batasannya.
• Mempersiapkan kelayakan biaya dan beberapa alternatif pengembangan.
• Mempersiapkan rencana biaya awal & program akhir
2.2. Langkah-langkah pada proses
perencanaan:
• Mempersiapkan program kerja dan Master Planning
• Iinventanisasi & dokumentasi dan kondisi yang ada
• Prakiraan kebutuhan lalu lintas udara di masa dating
• Penentuan kebutuhan fasilitas & pengembangannya dalam waktu yang sama
• Mengevaluasi batasan-batasan yang ada & batas yang potensial (yang mungkin timbul).
• Tujuan dan beberapa keputusan / prioritas yang menyangkut tipe bandara & batasannya serta politis.
• Pengembangan dan beberapa konsep / master planning dengan tujuan sebagai pembanding
• Review & memperlihatkan rencana konsep).
• Menyeleksi beberapa altematif yang dapat diterima & paling efektif.
2.3. Prakiraan (Forecasting) untuk Perencanaan
a). Tujuan membuat forecasting:
1. Menyediakan informasi untuk membuat bandara: rencana fisik & rencana biaya
2. Bukan untuk memprediksi sesuatu yang tidak diketahui di masa mendatang secara tepat (precise).
b). Hal terpenting untuk perencanaan bandara:
• Pergerakan pesawat
• Pergerakan penumpang
• Barang yang diangkut
c). Jenis penerbangan:
i. Penerbangan komersil (Commercial Aviation)
• Penumpang
• Cargo
ii. Penerbangan Umum (General Aviation)
• Penerbangan pribadi
• Penerbangan pelayaran, Ex. Pesawat hujan buatan, Penerbangan bisnis (bukan untuk kornersil), cx. Survey foto, untuk kebutuhan pribadi.
iii. Penerbangan Militer (Military Aviation)
d). Beberapa Item yang diperlukan untuk forecasting
i. Penumpang, barang surat yang diangkut setiap tahun dengan kategori:
• Internasional & domestic
• Terjadwal & tidak terjadwal
• Kedatangan, keberangkatan, transit & transfer.
ii. Tipikal jam puncak gerakan pesawat, penumpang, barang & surat yang diangkut dan kategori kedatangan.
iii, The average day of busy month pergerakan pesawat penumpang, barang & surat yang diangkut pada kategori (i).
iv. Jumlah pesawat penerbangan yang dilayani bandara beserta rutenya dan kategori domestik & 4 check in, kantor,àinternasional. - pemeliharaan.
v. Tipe pesawat yang memakai bandara, jumlah total dan masing-masing tipe utama & rasionya pada jam-jam sibuk.
vi. Jumlah pesawat yang parkir di bandara, terjadwal & tidak terjadwal dan oleh penerbangan umum.
vii. Kebutuhan sistem jalan masuk bandara & daerah sekitar,
viii. Jumlah pengunjung & pekerja bandara dalam kategori (i).
e). Konversi ke Kriteria Perencanaan
Sumber:
• FAA (Federal Aviation Administrasion).
• Badan- badan penerbangan:
ICAO (International Civil Aviation Organisation) menghasilkan perencanaan Internasional dan Perjanjian penerbanganv
Departement of Transportationv
1. total tempat duduk pesawat (seats) dan bandara pada tahun paling akhir, dimana data aktual diperoleh (the best year) diperkirakan peningkatannya sama dengan perkiraan penumpang.
2. total tempat duduk pesawat yang diramalkan, didistribusikan ke masing masing pesawat yang diharapkan beroperasi pada tahun yang diperkirakan:
total_tempat duduk dari type type pesawat
jumlah operasi pesawat =
kapasita tempat duduk rata -rata
dijumlahkan + total annual aircraft operationà-
3. jumlah tempat duduk yang dibutuhkan selama jam puncak:
Seats - in ypical – busy- day in- best - year
= annual — seats — required * _____________________________________________ seats- in- the – seats –in –the best- year – as- a whole
4. kebutuhan tempat duduk pada pesawat pada jam puncak di alokasikan pada beberapa tipe pesawat pembawa yang diharapkan beroperasi selama tahun perkiraan.
5. total jumlah jam puncak operasi pesawat adalah jumi ah operasi dan masing masing pesawat.
1. Lokasi ideal:
• Daerah aman bagi operasional pesawat:
i. Obstacle (bangunan sekitar handara
ii. Hazard (lingkungan: asap, suara, kabut)
• Daerah dengan potensial air traffic yang mernenuhi kebutuhan demand untuk jangka panjang
• Daerah aman bagi lingkungan sekitar bandara
• Memberikan keuntungan yang maksimal
2. Beberapa langkah dalam mengevaluasi & Pemilihan lokasi:
a). Perencanaan secara kasar area yang dibutuhkan:
• Berkaitan dengan runway yang menjadi bagian mama bandara
• Harus bebas halangan 15 km
• Yang barns diperhatikan terhadap runway
Panjangv
Orientasi anginv
Jumlahv
Lebarv
Jarak terhadap taxiwayv
b) Menentukan lokasi:
• Aktifitas penerbangan
• Perkembangan daerah sekeliling
• Kondisi atmosfer
• Jalan masuk transportasi darat
• Tersedianya lahan untuk pengembangan
• Kondisi topografi
• Lingkungan
• Adanya bandara lain
• Tersedianya utilitas
Dilakukan setelah lokasi bandara ditentukan
c). Suvey lapangan
• Pertimbangan operasional
Ruang angkasav
Obstaclev
Hazardv
Cuacav
Alat bantu pendaratanv
Pertimbangan operasvional
• Pertimbangan Sosial
Keeratan dengan pusat kebutuhan jalan masuk daratv
Kebisinganv
Tata guna lahanv
• Pertimbangan Biaya
Topografiv
Tanahv & material konstruksi
Pelayananv
Utilitasv
d). Review dan potensial sites
v Mengurangi jurnlah lokasi yang pantas untuk detail lebih lanjut.
e). Persiapan outline rencana, estimasi biaya & pendapatan
f). Evaluasi akhir & pemilihan
Pertimbangan biaya yang paling rnurahv
g). Laporan & rekomendasi
Outline, analisa biaya, tindakan lanjut buat bandara.v
• Mempersiapkan program kerja dan Master Planning
• Iinventanisasi & dokumentasi dan kondisi yang ada
• Prakiraan kebutuhan lalu lintas udara di masa dating
• Penentuan kebutuhan fasilitas & pengembangannya dalam waktu yang sama
• Mengevaluasi batasan-batasan yang ada & batas yang potensial (yang mungkin timbul).
• Tujuan dan beberapa keputusan / prioritas yang menyangkut tipe bandara & batasannya serta politis.
• Pengembangan dan beberapa konsep / master planning dengan tujuan sebagai pembanding
• Review & memperlihatkan rencana konsep).
• Menyeleksi beberapa altematif yang dapat diterima & paling efektif.
2.3. Prakiraan (Forecasting) untuk Perencanaan
a). Tujuan membuat forecasting:
1. Menyediakan informasi untuk membuat bandara: rencana fisik & rencana biaya
2. Bukan untuk memprediksi sesuatu yang tidak diketahui di masa mendatang secara tepat (precise).
b). Hal terpenting untuk perencanaan bandara:
• Pergerakan pesawat
• Pergerakan penumpang
• Barang yang diangkut
c). Jenis penerbangan:
i. Penerbangan komersil (Commercial Aviation)
• Penumpang
• Cargo
ii. Penerbangan Umum (General Aviation)
• Penerbangan pribadi
• Penerbangan pelayaran, Ex. Pesawat hujan buatan, Penerbangan bisnis (bukan untuk kornersil), cx. Survey foto, untuk kebutuhan pribadi.
iii. Penerbangan Militer (Military Aviation)
d). Beberapa Item yang diperlukan untuk forecasting
i. Penumpang, barang surat yang diangkut setiap tahun dengan kategori:
• Internasional & domestic
• Terjadwal & tidak terjadwal
• Kedatangan, keberangkatan, transit & transfer.
ii. Tipikal jam puncak gerakan pesawat, penumpang, barang & surat yang diangkut dan kategori kedatangan.
iii, The average day of busy month pergerakan pesawat penumpang, barang & surat yang diangkut pada kategori (i).
iv. Jumlah pesawat penerbangan yang dilayani bandara beserta rutenya dan kategori domestik & 4 check in, kantor,àinternasional. - pemeliharaan.
v. Tipe pesawat yang memakai bandara, jumlah total dan masing-masing tipe utama & rasionya pada jam-jam sibuk.
vi. Jumlah pesawat yang parkir di bandara, terjadwal & tidak terjadwal dan oleh penerbangan umum.
vii. Kebutuhan sistem jalan masuk bandara & daerah sekitar,
viii. Jumlah pengunjung & pekerja bandara dalam kategori (i).
e). Konversi ke Kriteria Perencanaan
Sumber:
• FAA (Federal Aviation Administrasion).
• Badan- badan penerbangan:
ICAO (International Civil Aviation Organisation) menghasilkan perencanaan Internasional dan Perjanjian penerbanganv
Departement of Transportationv
1. total tempat duduk pesawat (seats) dan bandara pada tahun paling akhir, dimana data aktual diperoleh (the best year) diperkirakan peningkatannya sama dengan perkiraan penumpang.
2. total tempat duduk pesawat yang diramalkan, didistribusikan ke masing masing pesawat yang diharapkan beroperasi pada tahun yang diperkirakan:
total_tempat duduk dari type type pesawat
jumlah operasi pesawat =
kapasita tempat duduk rata -rata
dijumlahkan + total annual aircraft operationà-
3. jumlah tempat duduk yang dibutuhkan selama jam puncak:
Seats - in ypical – busy- day in- best - year
= annual — seats — required * _____________________________________________ seats- in- the – seats –in –the best- year – as- a whole
4. kebutuhan tempat duduk pada pesawat pada jam puncak di alokasikan pada beberapa tipe pesawat pembawa yang diharapkan beroperasi selama tahun perkiraan.
5. total jumlah jam puncak operasi pesawat adalah jumi ah operasi dan masing masing pesawat.
1. Lokasi ideal:
• Daerah aman bagi operasional pesawat:
i. Obstacle (bangunan sekitar handara
ii. Hazard (lingkungan: asap, suara, kabut)
• Daerah dengan potensial air traffic yang mernenuhi kebutuhan demand untuk jangka panjang
• Daerah aman bagi lingkungan sekitar bandara
• Memberikan keuntungan yang maksimal
2. Beberapa langkah dalam mengevaluasi & Pemilihan lokasi:
a). Perencanaan secara kasar area yang dibutuhkan:
• Berkaitan dengan runway yang menjadi bagian mama bandara
• Harus bebas halangan 15 km
• Yang barns diperhatikan terhadap runway
Panjangv
Orientasi anginv
Jumlahv
Lebarv
Jarak terhadap taxiwayv
b) Menentukan lokasi:
• Aktifitas penerbangan
• Perkembangan daerah sekeliling
• Kondisi atmosfer
• Jalan masuk transportasi darat
• Tersedianya lahan untuk pengembangan
• Kondisi topografi
• Lingkungan
• Adanya bandara lain
• Tersedianya utilitas
Dilakukan setelah lokasi bandara ditentukan
c). Suvey lapangan
• Pertimbangan operasional
Ruang angkasav
Obstaclev
Hazardv
Cuacav
Alat bantu pendaratanv
Pertimbangan operasvional
• Pertimbangan Sosial
Keeratan dengan pusat kebutuhan jalan masuk daratv
Kebisinganv
Tata guna lahanv
• Pertimbangan Biaya
Topografiv
Tanahv & material konstruksi
Pelayananv
Utilitasv
d). Review dan potensial sites
v Mengurangi jurnlah lokasi yang pantas untuk detail lebih lanjut.
e). Persiapan outline rencana, estimasi biaya & pendapatan
f). Evaluasi akhir & pemilihan
Pertimbangan biaya yang paling rnurahv
g). Laporan & rekomendasi
Outline, analisa biaya, tindakan lanjut buat bandara.v
III. Pengaruh
Prestasi Pesawat terhadap Panjang Runway
Untuk menghitung panjang runway akibat pengaruh prestasi pesawat dipakai suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat bekerja sama dengan Industri Pesawat Terbang yang tertuang dalam Federal Aviation Regulation (FAR). Peraturan-peraturan ini menetapkan bobot kotor pesawat terbang pada saat lepas landas dan mendarat dengan menentukan persyaratan prestasi yang harus dipenuhi.
3.1. Tipe Mesin Pesawat dan Panjang Runway
Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman. Ketiga keadaan tersebut adalah:
1) Lepas landas normal
Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup dihutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan karakteristik khusus dan pesawat terbang tersebut.
2) Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin
Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk berhenti.
3) Pendaratan
Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan variasi normal dan teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor aproaches) dan lain-lain.
Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dan ketiga analisa di atas. Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pesawat terbang bermesin piston secara prinsip mempertahankan kriteria diatas. tetapi kriteria yang pertama tidak digunakan. Peraturan khusus ini ditujukan pada manuver lepas landas normal setiap hari, karena kegagalan mesin pada pesawat terbang yang digerakkan turbin lebih jarang terjadi.
Dalam peraturan-peraturan baik untuk pesawat terbang bermesin piston maupun untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin, perkataan runway dikaitkan dan perkerasan kekuatan penuh mempunyai arti yang sama
Pengaruh kondisi pesawat dengan panjang landasan
Agar lebih jelas rnengenai ketiga keadaan yang dimaksud diatas dapat dilihat
pada dengan keterangan sebagai berikut:
1) Keadaan pendaratan ,(gambar 1.25a) peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing distance = LD) yang dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara, harus cukup untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak peinberhentian (stop distance SD) yaitu 60 persen dan jarak pendaratan, dengan menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft.
2) Keadaan normal, semua mesin bekerja ,(gambar 1.25c) memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance = TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen dan jarak sebenarnya yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35). Tidak seluruh jarak mi harus dengan = CW). Separuh dan selisih antara 115 persen dan jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak pen gangkatan (lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan sebagai daerah bebas (clearway). Bagian selebihnya dan jarak lepas landas harus berupa perkerasan kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas (take off run = TOR).
3) Keadaan dengan kegagalan mesin : peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase. seperti pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan bukan untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti (accelerate stop distance = ASD). Untuk pesawat terhang yang digerakkan turbin karena jarang mengalami lepas landas yang gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway = SW), untuk bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run).
Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dan tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan sebagai benikut:
Keadaan lepas landas normal:
FL =FS + CW (l.1)
Dimana CW = 0.50 [TOD — 1.15 (LOD)j (1.la)
TOD = 1,15 (D35) (1.lb)
FS =TOR (1.lc)
TOR = TOD - CW (1.id)
FS : Panjang perkerasan kekuatan penuh (Full Strength), m
CW : Daerah bebas (Clearway), in
TOD : Jarak lepas landas (Take Off Distance), m
LOD : Jarak pengangkatan (Lift Off Distance), m
D35 : Jarak pada ketinggian 35 ft, m
TOR Jarak pacuan lepas landas (Take Off Run), rn
Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin:
FL =FS+CW (1.2)
Dimana CW = 0.50 (TOD — LOD) (1.2a)
TOD=D35 (1.2b)
FS =TOR (1.2c)
TOR=TOD-CW (1.2d)
Keadaan lepas landas yang gagal (ditunda):
FL=FS+SW (1.3)
Dimana FL=ASD (1.3a)
Keadaan pendaratan:
FS=LD (1.4)
SD
Dimana LD = (1.5)
0,60
Keterangan:
ASD : Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance), m
LD : Jarak pendaratan (Landing Distance). m
SD : Jarak pemberhentian (Stop Distance). M
Untuk menentukan panjang lapangan yang dibutuhkan dan berbagai komponennya yang terdiri dan perkerasan kekuatan penuh. daerah henti dan daerah bebas, setiap persarnaan diatas harus diselesaikan untuk rancangan kritis pesawat terbang di bandara. Hal ini akan mendapatkan setiap nilai-nilai berikut:
FL= (TOD, ASD, LD)/ maks (1.5)
FS = (TOR, LD)I/ maks (1.6)
SW = ASD (TOR, LD)/ maks (1.7)
CW = (FL — ASD, CW)/ mm (1.8)
Dimana nilai CW minimum yang diizinkan adalah 0.
Apabila pada runway dilakukan operasi pada kedua arah, seperti yang umum terjadi, komponen-komponen panjang runway harus ada dalam setiap arah.
3.2. Perhitungan Panjang Runway Aki bat Pengaruh Kondisi Lakal Bandara.
Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah: temperatur, angin permukaan (surface wind). kemiringan runway (effective gradient), elevasi runway dan permukaan laut (altitude) dan kondisi permukaan runway.
Sesuai dengan rekomendasi dan International Civil Aviation Organization (ICAO) hahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi bandara, Metoda ini dikenal dengan metoda Aeroplane Reference Field Length (ARFL). Menurut ICAO. ARFL adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi atmosfir standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kerniringan (kemiringan = 0). Jadi didalam perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dan keadaan lokal, Adapun uraian dan faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Koreksi elevasi
Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dihitung dan ketinggian di atas permukaan laut. Maka rumusnya adalah:
Untuk menghitung panjang runway akibat pengaruh prestasi pesawat dipakai suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat bekerja sama dengan Industri Pesawat Terbang yang tertuang dalam Federal Aviation Regulation (FAR). Peraturan-peraturan ini menetapkan bobot kotor pesawat terbang pada saat lepas landas dan mendarat dengan menentukan persyaratan prestasi yang harus dipenuhi.
3.1. Tipe Mesin Pesawat dan Panjang Runway
Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman. Ketiga keadaan tersebut adalah:
1) Lepas landas normal
Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup dihutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan karakteristik khusus dan pesawat terbang tersebut.
2) Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin
Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk berhenti.
3) Pendaratan
Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan variasi normal dan teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor aproaches) dan lain-lain.
Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dan ketiga analisa di atas. Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pesawat terbang bermesin piston secara prinsip mempertahankan kriteria diatas. tetapi kriteria yang pertama tidak digunakan. Peraturan khusus ini ditujukan pada manuver lepas landas normal setiap hari, karena kegagalan mesin pada pesawat terbang yang digerakkan turbin lebih jarang terjadi.
Dalam peraturan-peraturan baik untuk pesawat terbang bermesin piston maupun untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin, perkataan runway dikaitkan dan perkerasan kekuatan penuh mempunyai arti yang sama
Pengaruh kondisi pesawat dengan panjang landasan
Agar lebih jelas rnengenai ketiga keadaan yang dimaksud diatas dapat dilihat
pada dengan keterangan sebagai berikut:
1) Keadaan pendaratan ,(gambar 1.25a) peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing distance = LD) yang dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara, harus cukup untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak peinberhentian (stop distance SD) yaitu 60 persen dan jarak pendaratan, dengan menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft.
2) Keadaan normal, semua mesin bekerja ,(gambar 1.25c) memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance = TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen dan jarak sebenarnya yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35). Tidak seluruh jarak mi harus dengan = CW). Separuh dan selisih antara 115 persen dan jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak pen gangkatan (lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan sebagai daerah bebas (clearway). Bagian selebihnya dan jarak lepas landas harus berupa perkerasan kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas (take off run = TOR).
3) Keadaan dengan kegagalan mesin : peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase. seperti pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan bukan untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti (accelerate stop distance = ASD). Untuk pesawat terhang yang digerakkan turbin karena jarang mengalami lepas landas yang gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway = SW), untuk bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run).
Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dan tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan sebagai benikut:
Keadaan lepas landas normal:
FL =FS + CW (l.1)
Dimana CW = 0.50 [TOD — 1.15 (LOD)j (1.la)
TOD = 1,15 (D35) (1.lb)
FS =TOR (1.lc)
TOR = TOD - CW (1.id)
FS : Panjang perkerasan kekuatan penuh (Full Strength), m
CW : Daerah bebas (Clearway), in
TOD : Jarak lepas landas (Take Off Distance), m
LOD : Jarak pengangkatan (Lift Off Distance), m
D35 : Jarak pada ketinggian 35 ft, m
TOR Jarak pacuan lepas landas (Take Off Run), rn
Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin:
FL =FS+CW (1.2)
Dimana CW = 0.50 (TOD — LOD) (1.2a)
TOD=D35 (1.2b)
FS =TOR (1.2c)
TOR=TOD-CW (1.2d)
Keadaan lepas landas yang gagal (ditunda):
FL=FS+SW (1.3)
Dimana FL=ASD (1.3a)
Keadaan pendaratan:
FS=LD (1.4)
SD
Dimana LD = (1.5)
0,60
Keterangan:
ASD : Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance), m
LD : Jarak pendaratan (Landing Distance). m
SD : Jarak pemberhentian (Stop Distance). M
Untuk menentukan panjang lapangan yang dibutuhkan dan berbagai komponennya yang terdiri dan perkerasan kekuatan penuh. daerah henti dan daerah bebas, setiap persarnaan diatas harus diselesaikan untuk rancangan kritis pesawat terbang di bandara. Hal ini akan mendapatkan setiap nilai-nilai berikut:
FL= (TOD, ASD, LD)/ maks (1.5)
FS = (TOR, LD)I/ maks (1.6)
SW = ASD (TOR, LD)/ maks (1.7)
CW = (FL — ASD, CW)/ mm (1.8)
Dimana nilai CW minimum yang diizinkan adalah 0.
Apabila pada runway dilakukan operasi pada kedua arah, seperti yang umum terjadi, komponen-komponen panjang runway harus ada dalam setiap arah.
3.2. Perhitungan Panjang Runway Aki bat Pengaruh Kondisi Lakal Bandara.
Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah: temperatur, angin permukaan (surface wind). kemiringan runway (effective gradient), elevasi runway dan permukaan laut (altitude) dan kondisi permukaan runway.
Sesuai dengan rekomendasi dan International Civil Aviation Organization (ICAO) hahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi bandara, Metoda ini dikenal dengan metoda Aeroplane Reference Field Length (ARFL). Menurut ICAO. ARFL adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi atmosfir standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kerniringan (kemiringan = 0). Jadi didalam perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dan keadaan lokal, Adapun uraian dan faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Koreksi elevasi
Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dihitung dan ketinggian di atas permukaan laut. Maka rumusnya adalah:
Rabu, 26 September 2012
UDBC
kejuaraan DRUM BAND bulan 11 di banda aceh,, khusus drumband untuk ank2 SD ,,,tanggal 10 - 11 November 2012 ,,mata lomba LUG,,PARADE,,DRUMBATTLE,, tunggu kabar selanjutnya,, ayook persiapkan tim kita
Kamis, 20 September 2012
PARA PEJUANG CILIK DRUM BAND MIN BIREUEN
MIN BIREUEN adalah salah satu sekolah di kabupaten bireuen yang mempunyai kegiatan ekstra kurikuler DRUM BAND.
sejak belasan tahun yang lalu sekolah MIN BIREUEN sudah mempunyai tim drum band,namun di karenakan konflik aceh drum band ini sempat fakum untuk sementara waktu.
pada saat itu drum band min bireuen juga sering tampil di acara 17 agustus.
namun pada tahun 2011 drum band min bireuen kembali bangkit dengan mengikuti event yang di adakan di kota banda aceh yaitu BANDA ACEH OPEN COMPETITION II.
dan pada saat itulah Druma band min bireuen di berikan nama SWARA WIDITRA IBTIDAYAH BIREUEN.dengan singkatan ( SWIB )
dengan pelatih utama T.RAHMAT RIZKI dan pelatih Calour guard M.NAZAR.
2 orang ini adalah mahasiswa TEKNIK(Teknik Sipil) yg karna kecintaan nya pada drum band maka mreka bertekad untuk membantu membangun kembali Drum Band Min Breuen.
pada tanggal 25 -27 juni 20011 kami pun mengikuti kejuaraan pertama kami di bawah paelatih T.RAHMAT RIZKI & M.NAZAR yaitu kejuaraan BANDA ACEH OPEN COMPETIION II.
dan latihan kami juga bisa di bilang sangat singkat,yaitu 3 bulan dari 0.karna smua harus di pilih pemain baru.
hari demi hari kami lakukan latihan dengan penuh semangan untuk kejuaraan tersebut.
Dan inilah foto para Pejuang2 Drum Band MIN BIREUEN pada saat latihan
dan hasil nya bisa di katakan maksimal untuk penampilan perdana kami.
yaitu
: JUARA II LBJP Non Logam Junior
JUARA Harapan II LUG Non Logam Junior.
Tunggu kelanjutan cerita dari pejuang2 cilik Drum Band Min Bireuen.
sejak belasan tahun yang lalu sekolah MIN BIREUEN sudah mempunyai tim drum band,namun di karenakan konflik aceh drum band ini sempat fakum untuk sementara waktu.
pada saat itu drum band min bireuen juga sering tampil di acara 17 agustus.
namun pada tahun 2011 drum band min bireuen kembali bangkit dengan mengikuti event yang di adakan di kota banda aceh yaitu BANDA ACEH OPEN COMPETITION II.
dan pada saat itulah Druma band min bireuen di berikan nama SWARA WIDITRA IBTIDAYAH BIREUEN.dengan singkatan ( SWIB )
dengan pelatih utama T.RAHMAT RIZKI dan pelatih Calour guard M.NAZAR.
2 orang ini adalah mahasiswa TEKNIK(Teknik Sipil) yg karna kecintaan nya pada drum band maka mreka bertekad untuk membantu membangun kembali Drum Band Min Breuen.
pada tanggal 25 -27 juni 20011 kami pun mengikuti kejuaraan pertama kami di bawah paelatih T.RAHMAT RIZKI & M.NAZAR yaitu kejuaraan BANDA ACEH OPEN COMPETIION II.
dan latihan kami juga bisa di bilang sangat singkat,yaitu 3 bulan dari 0.karna smua harus di pilih pemain baru.
hari demi hari kami lakukan latihan dengan penuh semangan untuk kejuaraan tersebut.
Dan inilah foto para Pejuang2 Drum Band MIN BIREUEN pada saat latihan
dan hasil nya bisa di katakan maksimal untuk penampilan perdana kami.
yaitu
: JUARA II LBJP Non Logam Junior
JUARA Harapan II LUG Non Logam Junior.
Tunggu kelanjutan cerita dari pejuang2 cilik Drum Band Min Bireuen.
Penindasan Israel tak berujung, warga Palestina butuh bantuan untuk sembuhkan trauma
Rasul Arasy
Ahad, 26 Juni 2011 16:30:26
Perlunya keberadaan sebuah organisasi untuk
menawarkan bantuan yang tepat dan komprehensif bagi para korban
penyiksaan di wilayah Palestina sangat penting, mengingat banyaknya
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pendudukan Israel.Ahad, 26 Juni 2011 16:30:26
Hal ini terutama berlaku di mana penyiksaan, kekerasan terorganisir, dan pelanggaran HAM lainnya dilakukan di tengah budaya penjajahan yang meluas di seluruh Palestina.
Pusat Perawatan dan Rehabilitasi untuk Korban Penyiksaan (KKR) berupaya untuk mengurangi efek fisik dan psikologis trauma penyiksaan dan kekerasan bermotif politik, dan memberikan korban tempat untuk pergi dan mendiskusikan masalah mereka. KKR menjangkau masyarakat Palestina di semua tingkat dan menerapkan pengobatan dan jasa rehabilitasi kepada keluarga, individu dan masyarakat.
Melalui Pengobatan dan Program Rehabilitasi, KKR menyediakan perawatan medis, kejiwaan, dan psikososial yang komprehensif untuk korban penyiksaan dan keluarga mereka. Tujuan kegiatan tersebut adalah memberikan pengobatan kepada mantan tahanan dan keluarga mereka, korban kekerasan terorganisir serta korban yang selamat dari penghancuran rumah, pengepungan, serangan, pemberlakuan jam malam, dan pengeboman.
Suad Mitwalli Badran, Direktur Departemen Pengobatan dan Rehabilitasi, memperkenalkan pendekatan KKR untuk kelompok sasaran mantan tahanan dan menguraikan bahwa konsekuensi psikologis dari penyiksaan dan kekerasan sering kali ditemukan pada para mantan tahanan.
Dia menjelaskan bahwa tim KKR pada awalnya menilai efek psikologis pada klien mereka setelah mereka dikeluarkan dari penjara, karena sangat sulit untuk mencapai mereka selama penahanan mereka.
Trauma psikologis yang diderita para mantan tahanan Israel
Badran mengatakan efek psikologis biasanya ditunjukkan oleh mantan tahanan dapat dikategorikan ke dalam efek jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek seperti menjadi seorang perokok berat, kurang nafsu makan, sulit tidur atau tidur yang terganggu oleh mimpi buruk (membawa kembali kejadian ketika di penjara), kemarahan, kegelisahan, kecemasan, dan peningkatan stres adalah gejala yang paling umum terwujud.
Secara umum, mantan tahanan menampilkan perilaku buruk terhadap istri mereka, anak-anak dan anggota keluarga lainnya karena ini adalah lingkungan yang langsung berhubungan dalam kehidupan sehari-hari.
Merasa khawatir, tertekan dan membutuhkan waktu dalam berurusan dengan masalah mereka sendiri, mereka juga terbukti tidak dapat menjalani hidup perkawinan mereka karena mengalami kesulitan seksual dengan istri mereka.
Kurangnya kesempatan di Palestina, ditambah dengan kemiskinan karena susahnya bekerja untuk mantan tahanan, dikarenakan terlewatkannya kesempatan kerja, selama periode yang lama dihabiskan di penjara, dan sekarang mereka menghadapi masalah besar dalam mengintegrasikan ke dalam kehidupan kerja.
Secara keseluruhan, mantan tahanan hidup dengan perasaan layaknya diisolasi dan tidak berguna, merasa sangat sulit untuk menjadi bagian dari masyarakat lagi, susahnya memiliki interaksi sosial, kesulihan bertahan dengan masalah keluarga mereka serta di luar rumah, yang semuanya itu membutuhkan rehabilitasi dalam jangka panjang.
Pada tingkat fisik, beberapa masalah utama yang ditemukan setelah menjalani hukuman di penjara adalah asma dan sesak napas, penyakit kulit atau jamur karena kurangnya kebersihan, masalah perut terkait karena kebersihan makanan yang buruk.
Salah satu isu yang menjadi perhatian serius adalah meningkatnya jumlah kasus yang mengembangkan menimbulkan penyakit kanker selama di penjara, setelah dipenjara selama bertahun-tahun, dan kadang-kadang penyakit tersebut baru dirilis ketika penyakit kanker telah sampai ada stadium akhir atau hanya beberapa bulan sebelum mereka mati.
Direktur Departemen Pengobatan dan Rehabilitasi juga melihat konsekuensi jangka panjang psikologis mencatat bahwa kepribadian mantan tahanan dipengaruhi pada berbagai tingkatan. Awalnya dari pribadi yang peeriang, bahagia, rasional, dan orang yang baik sebelum dipenjara, kini berubah menjadi orang yang tertekan, memiliki motivasi yang rendah, dan mengabaikan penampilan.
Post-traumatic stress disorder adalah efek jangka panjang yang paling khas yang dihadapi: kilas balik, ingatan yang berhubungan dengan kehidupan di penjara, termasuk insiden penyiksaan, interogasi, dan pengurungan dalam sel isolasi.
Untuk waktu yang sangat panjang, mantan tahanan tidak punya siapa-siapa untuk diajak bicara, ia dibiarkan terisolasi, punya banyak waktu untuk fokus pada situasi sementara di penjara, dan sering menemukan dirinya berpikir dengan cara yang irasional. Menjadi psikologis teratur berarti dia akan menjadi 'stigma' dalam masyarakat, dan ia akan dipandang sebagai seseorang yang membutuhkan bantuan mental, yang biasanya membuat itu lebih baik tinggal di rumah dan tetap sendirian.
Dalam kasus yang paling serius, mantan tahanan bahkan menolak untuk pergi keluar dan ini adalah dimana staf langkah KKR dalam mengatur kunjungan rumah bersama dengan dokter dan mendorong klien untuk meninggalkan rumah.
Masalah umum lainnya setelah rilis adalah kembali ke rumah tangga dan keinginan ayah untuk kembali mendapatkan perannya. Karena ia jauh dari rumah dan tidak menghabiskan waktu dengan istri dan anak-anaknya, sang ayah tidak memiliki peran di sana sementara ibu sedang memimpin dalam keluarga.
Kembali dari periode lama di penjara, dia sekarang dianggap sebagai 'orang asing' dalam keluarga yang sama, istri sekarang harus memberikan kembali perannya kepadanya dan ini adalah ketika perjuangan dimulai dalam memulihkan peran mereka dalam rumah tangga. Ini menjadi sulit bagi istri dan anak-anak untuk mengisi kesenjangan terhadap ayah mereka setelah absen panjang, dan ini menyebabkan banyak konfrontasi dalam kehidupan keluarga. Mantan tahanan merasa, pada saat yang sama, kecil dan tak berdaya dalam posisi barunya.
Serangan serdadu Israel adalah awal segala trauma
Raya Farsakh, Psikolog di Pusat Perawatan dan Rehabilitasi, mengungkapkan kasus keluarga dalam rangka untuk lebih memahami bagaimana campur KKR dan memperlakukan klien secara komprehensif.
Berdasarkan pengamatan staf KKR tidak jarang ditemukan bahwa selain para klien (mantan tahanan), keluarga mereka pun perlu diberi pendekatan secara khusus.
Keluarga diperiksa terdiri dari delapan anggota yang terdiri dari ayah, Arar Majed, istrinya, tiga anak perempuan dan tiga anak laki-laki-berusia antara 2 dan 19 - dari Qurawa Ban Izet, sebuah desa dekat Ramallah.
Pada tahun 2005, rumah mereka dihancurkan oleh bulldozer Israel. Keluarga telah menghabiskan seluruh uang mereka untuk membuat rumah baru dan tiba-tiba mereka menyaksikan penghancuran rumah baru mereka.
Serdadu Israel memerintahkan keluarga besar tersebut keluar dan mulai untuk kemudian menghancurkan rumah, dua orang yang tetap bersembunyi di dalam meninggal selama pembongkaran.
Keluarga itu ditinggalkan di luar rumah, dan salah satu keluarga berhasil menemukan penginapan sementara di garasi kecil. Pada hari yang sama, militer Israel mengambil ayah dan menempatkan dia di penjara. Perlu disebutkan bahwa ayah bukanlah anggota "kelompok militan", ia hanya seorang pria sederhana yang bekerja di industri bangunan.
Secara keseluruhan, keluarga mengalami trauma dalam skala besar: mereka diusir dari rumah mereka dan dipermalukan, rumah mereka dibom, ayah dibawa pergi, mereka menyaksikan kematian dua orang di bawah reruntuhan.
Penyiksaan di penjara
Setelah penangkapannya, Majed Arar menjadi sasaran berbagai bentuk penyiksaan: penghinaan, pelecehan verbal, pemukulan, kekurangan tidur dan makanan, bertahan pada posisi menyakitkan, disiram air panas dan dingin ke arahnya, dipaksa untuk tetap telanjang, menderita perlakuan tidak manusiawi pada umumnya .
Sebagai bagian dari metode interogasi yang digunakan, ia dimasukkan ke dalam sel isolasi, di mana dia menghabiskan 90 hari, dan diinterogasi di dua stasiun. Selain itu, ia pindah ke ruangan dengan mata-mata yang direkrut oleh Israel untuk dilatih menjadi agen dan tinggal di sana selama satu bulan. Metode ini melibatkan penggunaan mata-mata yang bertindak sebagai narapidana biasa (tahanan politik) dan menimbulkan penyiksaan psikologis pada tahanan.
Karena sebagian besar waktunya dihabiskan di tahanan, Majed mulai mengalami masalah seperti penyakit kulit kronis di seluruh tubuhnya. Adapun gejala psikologis yang ditunjukkan, tidak nafsu makan, tidurnya terganggu oleh mimpi buruk tentang penyiksaan dan interogasi, menghadapi masalah seksual dengan istrinya, sering pelupa dan kurang fokus, ia merasa seperti orang asing di dalam dan di luar keluarganya, ia kehilangan minat dalam interaksi sosial, dia tidak bisa mempercayai orang.
Samping ayah, seluruh keluarga menghadapi konsekuensi dari apa yang telah terjadi pada tahun 2005. Farsakh mencatat, menurut pengalaman dia di KKR, trauma tidak hanya dialami oleh ayah, tetapi juga oleh anak-anak.
Nilai pelajaran menjadi rendah di sekolah, sering mengompol karena takut, menjadi sangat obsesif tentang menjaga hal-hal untuk dirinya sendiri, menunjukkan perilaku yang sangat agresif pada umumnya.
Pemulihan Trauma
Majed telah meninggalkan penjara pada 2007, tapi tidak sampai 2009 ketika staf di KKR belajar tentang kasusnya. Sementara staf yang menangani kasus ayah, menjadi jelas bahwa anggota keluarga yang terpengaruh sehingga terapi keluarga terus dilakukan. Setelah satu tahun terapi, ayah kembali mendapat pekerjaan. Tetapi terapi individu masih berlanjut setelah satu tahun, ayah menghadiri sesi follow up setiap 2 minggu sekali, dan pengobatannya selesai dua bulan kemudian. Perlakuan berbasis keluarga dilakukan dalam waktu 4-5 bulan (14-15 sesi).
Para terapis yang bekerja dengan Majed memiliki umpan balik yang sangat baik: ia bekerja sekarang, dia berhasil mendapatkan penghasilan, memiliki hubungan baik dengan, anak-istrinya dan orang-orang di luar keluarganya, ia berencana untuk membangun rumah baru.
Di sisi keluarga, anaknya yang berusia 7 tahun perlahan prestasi akademiknya mulai membaik, ia berhenti mengompol, kepercayaan diri meningkat melalui kamp musim panas, dan menjadi lebih baik dalam bergaul. Dia juga cukup interaktif, tidak lagi agresif, mendukung saudara-saudaranya dan keluarganya.
Secara keseluruhan, suatu perbaikan besar berhasil dilakukan dalam hubungan keluarga, ibu diberikan wawasan yang lebih dalam keluarga dan kesadaran akan kebutuhan anak-anaknya, semua orang kini mendukung satu sama lain sebagai orang tua dan anak-anak, dan mereka tahu apa peran mereka dan dapat hidup sebagai satu keluarga.
Pusat Perawatan dan Rehabilitasi untuk Korban Penyiksaan (KKR) adalah sebuah organisasi nirlaba terkemuka dan menyebarluaskan informasi mengenai nasib para korban penyiksaan di Palestina. KKR satu-satunya pilihan yang tersisa untuk para korban penyiksaan dan kekerasan terorganisir di Tepi Barat yang tidak mampu membayar perawatan di klinik swasta.
Langganan:
Postingan (Atom)